PILIH YANG PALING BERAT
Dalam sebuah hadits hasan riwayat Imam Tirmidzi, disebutkan sabda Rasulullah SAW, “usia umatku berkisar antara 60 sampai 70 tahun.” Ibnu Hajar al Atsqalani, yang mensyarah hadits Rasulullah tersebut mengatakan, “Allah memberi toleransi kepada seseorang untuk menunda ajalnya sampai berusia 60 tahun,” (Fathul Bari,10/108). Saudaraku, Semoga Allah merahmati kita semua. Mari berhitung berapa sudah usia hidup yang kita jalani? Sampai kapan taqdir Allah memberi waktu untuk kita? Bagi kita yang berusia kepala dua, sebagaimana bunyi hadits diatas, berarti kita hanya memiliki kesempatan kurang lebih 40an tahun, untuk kita yang berumur kepala tiga, artinya hanya tersisa sekitar 30 tahun lagi. Bagi yang berusia kepala empat, berarti kesempatan itu semakin kecil. Dan seterusnya. Pertambahan usia pun menjadi warning, peringatan. Usia 20 tahun adalah peringatan. Usia 30, peringatan itu bertambah keras. Usia 40 tahun lebih keras lagi. Puncaknya adalah 60 tahun. Saudaraku, Tak seorangpun tahu bagaimana dan kapan tempo hidupnya berakhir. Tak ada yang tahu bagaimana dan kapan tubuh menjadi payah oleh sakit. Saat ia tak bisa lagi secara optimal melakukan ketaatan dan amal-amal shalih sebagai tabungan di hari akhir. Seorang Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu, sahabat dekat Rasulullah SAW pun pernah menangis saat menderita penyakit, di detik-detik akhir hayatnya. “aku menangis karena justru menderita sakit, pada saat amal ibadahku berkurang, bukan pada saat aku semangat.” Karena itu Umar bin Al Khattab ra mengatakan, “Haasibuu anfusakum qobla an tuhaasabuu”, hitunglah dirimu sendiri sebelum kau dihitung di hari akhir. “kafaa bi syaibi wa’izan”, cukuplah uban di kepala itu menjadi peringatan, begitu filosofi para salafusshalih untuk mengingat dekatnya waktu “panggilan” Allah SWT. Pedang Allah Khalid bin Walid, juga tidak melihat kebahagiaannya dalam masalah dunia. Ia berkata pada dirinya sendiri, “Berada dalam satu unit militer dari Muhajirin dan Anshar, hembusan angin malam yang sangat dingin, dalam persiapan menyerang musuh, lebih aku cintai daripada keberadaanku pada malam pertama pernikahanku.” Mereka memindahkan pandangan dari amal duniawi pada amal ukhrawi. Berkah pengenalan Allah yang tinggi, menuntut hati mereka untuk selalu bisa mengetahui yang lebih utama. “Ambisimu adalah tergantung sebesar cita-cita mu. Keinginan adalah bagian dari ambisimu. Perhatian seseorang terhadap sesuatu adalah petunjuk apa yang terpendam dalam jiwanya, baik berupa tekad meupun kelemahan,” begitu kata Ibnu Qayyim. Saudaraku, Ingat, kita hanya memiliki waktu sedikit untuk beramal shaleh. Jauhi bisikan syetan yang mengarahkan kita mengerjakan prioritas pekerjaan nisbi atau semu. Jangan terjerumus pada pertimbangan yang keliru dalam menunaikan hak waktu. Ibnu Athaillah berkata : “Jika kabur bagimu dua perkara, maka perhatikanlah salah satu dari keduanya yang paling terasa berat bagi nafsu, lalu ikutilah ia. Karena tidak ada sesuatu yang terasa berat bagi nafsu kecuali sesuatu itu yang benar.” Semoga Allah SWT memberi kekuatan pada kita untuk selalu berada dalam ketaatan kepada-Nya. ¶
Tidak ada komentar:
Posting Komentar