Menebar ajaran islam pribadi maupun masyarakat demi mencapai kedamaian dan kesejahteraan sesuai dengan ajaran Islam
Senin, 16 Agustus 2010
PUISI CINTA
CINTA
Gemuruh suara adzan menggema
Hiruk pikuk aktifitas mulai menyapa
Ups. Janganlah sampai lupa
Fikirkanlah nasib cintamu kepada Allah Yang Maha Esa
Raihlah ridho dengan menyembah kepada-Nya
Obat mujarab dari sembarang obat yang ada
Nikmat cintanya kan kau rasa sepanjang masa.
Minggu, 15 Agustus 2010
Untuk Ukhti Tersayang
Untuk Temanku
apa kabar imanmu hari ini, semoga selalu menapak maju
apa kabar hatimu hari ini, semoga selalu bersih dari debu juga kelabu
apa kabar cintamu hari ini, semoga selalu berpeluh rindu pada Nya...
Temanku
sungguh indah hidup setelah menikah
apa yang sebelumnya haram menjadi halal
semua perbuatannya mendapat pahala yang berlimpah di sisiNya
suka duka dilalui berdua, senang sedih ada yang menemani
tawa tangis pun bersama
Temanku
Allah menjadi saksi pernikahanmu karena Dia Yang Maha Melihat lagi Menatap
dan setiap undangan yang datang akan mendoakan pernikahan ini
Temanku...yang telah menikah
jagalah nikmat-Nya yang besar ini
hanya dengan izinNya dirimu dan "terkasih"mu bersatu, tiada yang lain, jadilah penyejuk hati dan pandangannya..
menjadi istri sholehah dambaan..
ASURANSI DALAM PANDANGAN ISLAM
PENDAHULUAN
Kita tidak mendapatkan wacana maupun penyebutan istilah ini dalam terminologi fikih klasik. Ulama fikih yang pertama kali menyinggung masalah ini adalah Muhammad Amin Ibnu ‘Abidin dalam komentar fiqh khasyiyah-nya yang berjudul ‘Raddul Muhtar ‘Ala Ad-Durril Mukhtar’ Syarah kitab ‘Tanwir al-Abshar’ dimana beliau dalam topik al-Musta’man bab Jihad menamakan kasus isti’manul kafir (pemberian asuransi kepada pebisnis kafir di dunia Islam) yang mirip dengan scurity dan lazim digunakan pada hubungan bisnis antar syarikat dagang asing. (Asy-Syanqithy, Dirasah Syar’iyah Li Ahammil ‘Uqud Al-Maliyah al- Mustahdatsah, 493).
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ASURANSI.
Menurut pasal 246 Wetboek van Koophandel (kitab Undang-Undang Hukum Dagang) asuransi dirumuskan sebagai suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi (ansuran) sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi. Dalam rumusan itu dipahami bahwa asuransi terlibat dua pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. Pihak pertama biasanya berwujud lembaga atau perusahaan asuransi, sedangkan pihak kedua adalah orang yang akan menderita karena sesuatu peristiwa yang belum terjadi. Sebagai kontra prestasi dari pertanggungan ini pihak tertanggung diwajibkan membayar uang premi kepada pihak penanggung. )
B. SEJARAH ASURANSI
Asuransi yang pertama kali muncul ialah dalam bentuk asuransi perjalanan laut, yaitu pada abad 14 Masehi. Namun sebenarnya asuransi ini memiliki akar sejarah semenjak sebelum Masehi. Praktek asuransi waktu itu, seseorang meminjamkan sejumlah harta riba riba untuk kapal yang akan berlayar. Jika kapal itu hancur, maka pinjaman tersebut hilang. Jika kapal selamat, maka pinjaman itu dikembalikan dengan riba (tambahan) yang disepakati. Kapal itu digadaikan sementara sebagai jaminan pengembalian hutang atas ribanya.
Demikianlah asal muasal perusahaan asuransi. Di dalamnya merupakan perjanjian yang bersifat riba, mengandung unsur perjudian dan bahaya. Dan hingga saat ini, sebagaimana saat muncul pertama kali.
Kemudian pada abad 17 Masehi muncul asuransi di daratan, yaitu dikalangan bangsa Inggris. Pertama kali muncul dalam bentuk asuransi kebakaran. Kemunculannya setelah terjadi kebakaran hebat di London pada tahun 1666 Masehi. Kerugian yang diderita pada waktu itu tidak kurang dari 13 ribu rumah, dan sekitar 100 gereja terbakar. Dari sini kemudian asuransi kebakaran kemudian menyebar ke banyak negara di luar Inggris pada abad 18 Masehi, khususnya di Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat, serta semakin bertambah jenisnya, khususnya pada abad 20 Masehi.
C. MACAM-MACAM ASURANSI
Dilihat dari bentuk dan tujuannya, asuransi dibagi dua macam, yaitu:
a) At-Ta’min At-Tijari (Asuransi Konvensional).
Yaitu sebagaimana pengertian umum dari asuransi tersebut, dan jika jumlah pembayaran dari perusahaan lebih besar dari uang ansuran, maka itu ditanggung oleh perusahaan dan merupakan kerugiannya. Tapi jika tidak terjadi musibah, maka angsuran itu menjadi milik perusahaan tanpa ganti apapun dan ini merupakan keuntungan bagi perusahaan tersebut.
b) At-Ta’min At-Ta’awuni (Asuransi Tolong menolong/Sosial).
Yaitu berkumpulnya sejumlah orang yang memiliki resiko bahaya tertentu. Mereka mengumpulkan sejumlah uang secara berserikat. Sejumlah uang ini dikhususkan untuk mengganti kerugian yang sepantasnya kepada orang yang tertimpa kerugian di antara mereka.
Jika premi yang terkumpul tidak mencukupi untuk biaya pertanggungan, maka anggota diminta mengumpulkan tambahan untuk menutupi kekurangan tersebut. Sebaliknya, apabila terdapat kelebihan dari yang dikeluarkan untuk pertanggungan, maka setiap anggota berhak meminta kembali kelebihan tersebut.
D. HUKUM ASURANSI.
Mengkaji hukum asuransi menurut syariat Islam sudah tentu dilakukan dengan menggunakan ijtihad yang lazim dipakai oleh Ulama’ Mujtahidin dahulu. ) Dan diantara metode ijtihad yang mempunyai banyak peranan di dalam meng-istimbat-kan hukum (mencari dan menetapkan hukum) terhadap masalah-masalah baru yang tidak ada Nasnya di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah maslahah mursalah atau istishlah (public good) dan Qiyas (analogical reasoning).
Untuk dapat memakai maslahah mursalah dan qiyas sebagai landasan hukum (dalil syar’i) harus memenuhi syarat rukunnya. Misalnya maslahah mursalah baru bisa dipakai sebagai landasan hukum, jika: 1. kemaslahatannya benar-benar nyata, tidak hanya asumtif atau hipotesis saja; 2. kemaslahatnya harus bersifat umum, tidak hanya untuk kepentingan tertentu saja; dan 3. tidak bertentangan dengan nash Al-Qur’an dan Al-Hadits. ) Demikian pula pemakaian qiyas sebagai landasan hukum harus memenuhi syarat rukunnya. Diantaranya yang terpenting adalah adanya persamaan illat hukumnya (motif hukumnya) antara masalah baru yang sedang dicari hukumnya dengan masalah pokok yang sudah ditetapkan hukumnya.
Apabila maslahah mursalah atau qiiyas dipakai sebagai landasan hukum agama secara serampangan, maka akan terjadi kekacauan hukum dan ketidakpastian hukum, yang pada gilirannya akan menimbulkan kebingungan pada umat Islam.
Kini umat Islam di Indonesia dihadapkan kepada masalah asuransi dalam berbagai bentuknya (asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, asuransi kesehatan, dan sebagainya) dalam berbagai aspek kehidupannya, baik kehidupan bisnisnya, kehidupan keagamaannya, dan sebagainya (para pegawai/karyawan dan orang pergi haji diasuransikan). Dan masalah asuransi perlu dibedakan dengan masalah Porkas dan sebagainya, karena dalam masalah ini, tampaknya para Ulama’ dan cendikiawan Muslim telah mencapai consensus tentang hukum (haram), sedangkan masalah asuransi tidak demikian.
Pembahasan tentang asuransi dalam fiqih tidak terlepas dari klasifikasi asuransi menjadi dua kategori; yakni asuransi yang bersifat komersial (ta’min tijari) dan asuransi yang bersifat sosial (ta’min ta’awuni/takafuli).
Asuransi pada dasarnya adalah termasuk mu’amalat. Hukumnya boleh (mubah) apabila akadnya bersifat sosial (‘aqd tabarru’/ta’awuni) dan selama hal itu terbebas dari unsur riba (sistem bunga), judi (maisir) dan penipuan (gharar) yang sering terjadi pada asuransi konvensional dan bersifat komersial (‘aqd tijari). Selain itu modal asuransi ta’awuni harus ditanam pada bidang investasi atau usaha yang halah. Hal ini berdasarkan dalil sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an yang meletakkan landasan dan kerangka ta’awun dan takaful antarsesama mukmin diantaranya;
QS. At-Taubah:71)
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُُ.
Artinya;
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
QS. Al-Maidah:2)
... وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya;
“… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
QS. Al-Anfal:73)
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
Artinya;
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang Telah diperintahkan Allah itu[625], niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
[625] yang dimaksud dengan apa yang Telah diperintahkan Allah itu: keharusan adanya persaudaraan yang teguh antara kaum muslimin.
Kaidah fikih menegaskan:
الأَصْلُ فِي الْعُقُوْدِ وَ الْمُعَامَلَةِ الإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى تَحْرِِيْمِهِ
(Hukum asal transaksi dan mu’amalat adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya).
Hukum mubah tersebut dapat meningkat menjadi sunnah bahkan wajid tatkala kondisi umat sangat membutuhkan adanya asuransi ta’awuni/takafuli yang berlandaskan syari’ah agar terhindar dari jeratan praktik ribawi pada asuransi konvensional. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban mengembangkannya pertama kali.
Unsur riba yang terdapat dalam asuransi terletak pada adanya kelebihan penerimaan jumlah santunan atas pembayaran premi bukan dari investasi mudharabah yang halal. Sedangkan unsur judi yang terdapat di dalamnya adalah sifat untung-untungan bagi tertanggung yang menerima jumlah tanggungan yang lebih besar daripada premi. Atau sebaliknya penanggung akan menerima keuntungan jika dalam masa pertanggungan tidak terjadi peristiwa yang telah ditentukan dalam perjanjian dan premi yang telah terbayarkan tidak dapat dimanfaankan oleh pemegang polis bila membutuhkan. Sementara itu yang termasuk unsur penipuan adalah adanya ketidakpastian apa yang akan diperoleh si tertanggung sebagai akibat dari apa yang belum tentu terjadi, ataupun hangusnya premi yang disetor karena tidak dapat melanjutkan pembayaran premi atau pihak perusahaan asuransi berusaha untuk mengelak dari klaim pemegang polis, atau sebaliknya pemegang polis merekayasa kerugian untuk menuntut klaim dan pembayaran santunan yang lebih besar.
Asuransi ta’awuni termasuk ‘uqud tabarru’ yang tidak sama dengan judi, karena asuransi ta’awuni bertujuan mengurangi resiko dan bersifat sosial serta membawa mashlahat bagi pribadi dan keluarga. Di samping itu penjudi selalu mengharap keuntungan dan menang dalam taruhannya. Sedangkan dalam asuransi ini pemegang polis tidak ingin memperoleh sejumlah uang dengan memikul resiko mati atau peristiwa yang merugikan lainnya. dia lebih memilih selamat.
Kemudian dalam judi biasanya akan timbul rasa permusuhan dan kebencian antara sesama penjudi atau dengan bandarnya yang hal ini tidak dikenal pada asuransi ta’awuni. Bahkan sebaliknya asuransi ta’awuni justru memberikan ketentraman bagi para pemegang polis. Ini karena di dalam asuransi ta’awuni terdapat unsur tolong menolong dalam kebaikan dan terdapat manfaat yang dirasakan oleh penanggung maupun tertanggung. Bahkan ditegaskan syari’ah bahwa usaha mencari dan mendapatkan ketemtraman, ketenangan serta rasa aman adalah usaha yang sangat penting, dibutuhkan oleh setiap orang dan dapat digolongkan pada masalah dharuriyat. Dalam hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari Sa’id bin Abi Waqas disebutkan:
“Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kecukupan daripada mereka menjadi beban tanggungan orang banyak.”
Guru besar hukum Islam fakultas syari’ah Universitas Syiria, Mustafa Ahmad Zarqa serta Muhammad al-Bani, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa dan Muhammad Abu Zahrah termasuk yang membolehkan asuransi ta’awuni dengan syarat terbebas dari unsur-unsur yang ditentang syari’ah. Demikian pula fatwa yang dikeluarkan oleh Konferensi Internasional Ekonomi Islam I yang diadakan di Makkah pada tahun 1976 M dan fatwa Lembaga Fikih Liga Dunia Islam (Rabitha “alam Islami) tahun 1398 H serta Dewan Pengawas Bank Islam Faishal Sudan. Semua lembaga tersebut memutuskan haramnya asuransi konvensional komersial (ta’min tijari) yang menjalankan praktek riba dan cenderung gambling serta gharar kecuali pada kondisi hajah muta’ayyinah (kebutuhan kasuistik tak terhindarkan) di mana tidak ada alternatif lain ataupun tidak ada pilihan menolak seperti pada pengguna jasa kendaraan umum yang telah diasuransikan dalam asuransi Jasa Raharja ketika membeli tiket, atau bagi perusahaan maupun pekerjaan dan pegawai dalam kontrak tidak terlepas dari asuransi konvensional. Sekaligus fatwa-fatwa tersebut merekomendasikan pengembangan lembaga-lembaga asuransi syari’ah yang bersifat ta’awuni (sosial) agar lebih profesional sesuai dengan tuntutan maslahat.
Di kalangan Ulama’ dan cendikiawan Muslim ada empat pendapat tentang hukum asuransi, yakni :
Pertama: mengharamakan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini; termasuk asuransi jiwa;
Pendapat pertama didukung antara lain Sayid Sabiq, pengarang Fiqhus Sunnah, Abdullah al-Qalqili, Mufti Yordania, Muhammad Yusuf al-Qardhawi, pengarang al-Halal wal Haram fil Islam, dan Muhammad Bakhit al-Muth’I, Mufti Mesir. Alasan-alasan mereka yang mengharamkan asuransi antara lain :
1) Asuransi pada hakikatnya sama atau serupa dengan judi.
2) Mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti (uncertainty)
3) Mengandung unsur riba/rente.
4) Mengandung unsur eksploitasi, karena pemegang polis kalau tidak bisa melanjutkan pembayaran premi, bisa hilang atau dikurangi uang premi yang telah dibayarkan.
5) Premi-premi yang telah dibayar oleh para pemegang polis diputar dalam praktek riba (kredit berbunga).
6) Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar mata uang tidak dengan tunai. (cash an carry).
7) Hidup dan mati manusia dijadikan obyek bisnis, yang berarti mendahului takdir Tuhan Yang Maha Kuasa ).
Kedua : membolehkan semua asuransi dalam prakteknya sekarang ini;
Pendukung pendapat kedua antara lain : Abdul Wahab Khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Guru besar Hukum Islam pada Fakultas Syari’ah Universitas Syiria, Muhammad Yusuf Musa, Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir, dan Abdurrahman Isa, pengarang Al-Muamalat al-Haditsah wa Ahkamuha. Alasan mereka yang memperbolehkan asuransi termasuk asuransi jiwa antara lain :
1) Tidak ada nas Al-Qur’an dan Al-Hadits yang melarang asuransi.
2) Ada kesepakatan/kerelaan kedua belah pihak.
3) Saling menguntungkan kedua belah pihak.
4) Mengandung kepentingan umum (maslahah ‘amah), sebab premi-premi yang terkumpul bisa diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan untuk pembangunan.
5) Asuransi termasuk akad mudharabah, artinya akad kerja sama bagi hasil antara pemegang polis (pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profit and loss sharing (PLS).
6) Asuransi termasuk koperasi (syirkah ta’awuniyah).
7) Diqiyaskan (analogi) dengan sistem pensiun, seperti Taspen.)
Ketiga: membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial.
Pendukung pendapat ketiga antara lain : Muhammad Abu Zahrah, Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir. Alasan mereka membolehkan asuransi yang bersifat sosial pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat kedua; sedangkan alasan yang mengharamkan asuransi yang bersifat komersial pada garis besarnya sama dengan pendapat partama. )
Keempat: menganggap shubhat.
Adapun alasan mereka yang menganggap asuransi syubhat karena tidak ada dalil-dalil syar’I yang secara jelas mengharamkan ataupun menghalalkan asuransi. Dan apabila hukum asuransi dikategorikan syubhat, maka konsekuensinya adalah dituntut bersikap hati-hati menghadapi asuransi dan kita baru diperbolehkan mengambil asuransi, apabila kita dalam keadaan darurat (emergency) atau hajat/kebutuhan (necessity). )
Setelah mengetahui beberapa pendapat Ulama’ serta proses istimbatnya maka dapat diketahui bahwa asuransi dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Asuransi Konvensional yang mana cenderung bahkan mempraktekkan praktik riba dan judi sehingga hukum dari asuransi tersebut adalah haram sebagaimana hukum riba dan judi.
2) Asuransi Ta’awuni yang terdapat unsur tolong menolong dalam kebaikan dan termasuk ‘uqud tabarru’ yang tidak sama dengan judi, karena asuransi ta’awuni bertujuan mengurangi resiko dan bersifat sosial serta membawa mashlahat bagi pribadi dan keluarga dan juga terdapat manfaat yang dirasakan oleh penanggung maupun tertanggung, maka hukumnya adalah boleh.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Asuransi Ta’awuni yang terdapat unsur tolong menolong dalam kebaikan dan termasuk ‘uqud tabarru’ yang tidak sama dengan judi, karena asuransi ta’awuni bertujuan mengurangi resiko dan bersifat sosial serta membawa mashlahat bagi pribadi dan keluarga dan juga terdapat manfaat yang dirasakan oleh penanggung maupun tertanggung, maka hukumnya adalah boleh.
Asuransi Konvensional yang mana cenderung bahkan mempraktekkan praktik riba dan judi sehingga hukum dari asuransi tersebut adalah haram sebagaimana hukum riba dan judi.
Abd. Madjid, Ahmad. 1993. Masa’il Fiqhiyyah. Pasuruan Jatim. PT. Garoeda Buana Indah.
Budi Utomo, Setiawan. 2000. Fikih Kontemporer. Jakarta. Pustaka Saksi.
Jabir, Abu Bakar Al Jazairi. 2000. Minhajul Muslim. Jakarta. Daarul Falah.
Syariah Online [2004-02-08]
Zuhdi, Masjfuk. 1989. Masa’il Fiqhiyyah. Malang. CV. Haji Masagung.
PIRANTI HATI YANG RETAK
PIRANTI HATI YANG RETAK
Perlahan sekali Mia masuk ke rumah lewat pintu garasi. Perlahan pula dibukanya pintu samping ruang tamu. Ia berjingkat-jingkat menuju kamarnya….
“Mia!”
Deg! Suara Mama!
“Mia, keterlaluan kamu! Kenapa kamu pakai lagi jilbab sialan itu! Kenapaaa? Belum puas kamu kemarin, ya!? Berani sekali kamu sama Mama! Mama kandung-mu! Dasar anak durhakaaaaaaaaa!” tangan Mama, wanita setengah baya itu, sibuk memukuli Mia. Kemudian tangannya yang lain bergerak merenggut jilbab Mia…
“A…duh…Astagh…fi…rullah,” seru Mia lemah. Dagu dan sebagian lehernya ber-darah terkena goresan peniti.
“Bi Nuuung? Bi Nuuuuuuuuunggg!!”
“III…ya, Nyah!” suara Bi Nung, pem-bantu rumah tangga mereka.
“Bakar semua jilbab dan pakaian panjangnya!”
Mia tersentak! “mama, maaf, tapi Mama nggak punya hak melakukan hal itu…, itu Mia dapat dari teman-teman Mia…”
“Bakar, Bi! Bakar!”
“Ttttapi… Nyah…”
Langkah kaki Mama menghentak-hentak menuju kamar Mia. Dengan kasar wanita itu mengobrak-abrik lemari pakaian putri satu-satunya itu. Baju panjang, rok panjang, gamis, jilbab, kaos kaki panjang, semua tak ada yang luput!
“Bakar, Bi!”
“Ja…jangan, Ma! Maaa…, jangan!”
Mata Bi Nung memerah. Sebentar lagi airmatanya akan menetes.
“Baik aku yang akan bakar sendiri!” teriak Mama kasar.
Jam empat sore. Baju, rok panjang, gamis, jilbab dan kaos kaki Mia sudah jadi abu di halaman belakang.
ffffffffreeeeeeee
Awalnya tiga bulan yang lalu, Mia dan teman-temannya mengikuti pengajian bulanan yang diadakan oleh Rohis SMA-nya. Waktu itu Mia terkesan sekali dengan apa yang diadakan oleh Pak Jayid, guru agama Islam mereka yang baru itu. Pak Jayid banyak membahas soal dan problematika remaja Islam masa kini dan pemecahannya. Dan… tiba-tiba saja Mia merasa semua itu menyindir dan menyentil-nya. Begitu dalam.
“Konsep wanita shalihat itu… masya Allah…,” kata Pak Jayid. “Ia adalah seorang wanita yang mampu membawa kemaslahatan, berdayaguna bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi masyarakat dan ummatnya! Wanita yang diridhoi oleh Allah! Allah dan Rasulullah adalah kekasih sejati baginya.”
Dan… entah mengapa Mia merasa…, selama ini ia tak berdayaguna bagi dirinya sendiri. Apalagi orang lain. Ia bukan larut dalam kebaikan, tetapi dalam kesia-siaan! Kesemuan semata. Bahkan menjaga dirinya dari amarah Allah pun ia tak mampu… bukan hanya tak mampu, namun juga tak pernah berusaha untuk itu!
Dan ketika di akhir pengajian Pak Jayid menanyakan siapa saja yang ingin menjadi pria shalih dan wanita shalihah, serta-merta Mia berteriak, “saya, Pak! Do’ain saya, Pak!”
Yang berteriak memang Cuma Mia. Kemudian sepi.
“Aamiiin, terdengar suara ramah Pak Jayid dari balik hijab mushalla, diikuti cekikikan teman-teman Mia yang lelaki dan perempuan.
“Gue sungguh-sungguh, In! Gue sungguh-sungguh, Neng! Do’ain gue! Dosa lu pada ngetawain orang yang mau tobat!”
Teman-teman Mia tambah ngakak.
“Hus, kok abis ngaji masih kumat, sih?!” kata Via, teman sekelas Mia yang baru dua bulan ini berjilbab.
Seminggu setelah itu Mia mantap mengenakan busana muslimah. Rapi sekali. Nggak Cuma orang rumah atau sesekolah yang geger! Sekampung bingung!
Bayangin…, Mia? Mia Prasanti, wakil ketua OSIS es em a 111, pemimpin paduan suara dan dance club di SMA-nya itu berjilbab? Mia yang manis dan imut-imut, orator berat, yang selalu rangking I sejurusan Fis, kesayangan guru-guru yang dijuluki “bintang segala bintang” di es em a-nya itu? Mia, yang langganan ngewakilin sekolah dalam berbagai lomba tingkat es em a, satu-satunya cewek yang berhasil merebut hati Andika, idola di SMA 111 itu…? Mia…?
Ya, Mia sudah sangat mantap. Ia tak ingin hidayah yang sudah dirasakan menghujam dalam, tercabut lagi dari hatinya hanya karena ia menunda me-lakukan sesuatu hal yang jelas-jelas membawa kebaikan. Perintah Allah!
“Mama tidak setuju kamu pakai pakaian seperti orang kampung atau orang-orang tua. Mama tidak dan tidak akan pernah setuju!” kata Mama, dua hari sebelum Mia memutuskan berjilbab
“Ini bukan pakaian seperti itu, Ma. ini pakaian seorang muslimah,” jawab Mia lembut.
“Banyak hajjah nggak pakai jilbab, Mama juga nggak… apa mereka bukan muslimah? Apa Mama bukan orang Islam…!?”
“Bukan begitu, Ma… Mia Cuma ingin…”
“Mama nggak peduli, Mia. Pokoknya Mama nggak mau anak Mama kelihatan aneh. Apa kata orang lain melihat kamu tertutup seperti itu,” kata Mama, kali ini lembut sambil membelai rambut Mia. “Rambut kamu bagus sekali, Mia…, sadari itu.”
“Justru karena Mia sadari itu, Ma…!” ajuk Mia.
“Udah, nggak usah dibicarakan lagi. Menurut Mama, yang penting kita berbuat baik selama hidup di dunia ini. Cukup. Jilbab itu nggak penting, buat apa berjilbab kalau hati berkudis. Kan munafik nama-nya.”
“Tapi jilbab itu perintah Allah, Ma! Dan sebagai seorang Muslimah yang baik, kita harus menyesuaikan diri dengan jilbab kita,” jawab Mia.
“Udahlah, Mama mau pergi latihan aerobik. Eh, mau ikut nggak? Banyak yang sudah kangen sama kamu. Udah jangan punya pikiran macam-macam ya, Yang.” Mama mengecup kedua pipi Mia dan berlalu. “Bi Nuuuuung, kalau Tuan pulang, bilang suruh makan malam duluan, jangan tungguin saya!” pesan Mama di antara deru Kijang-nya.
Hari itu juga, di meja makan Mia bicara pada Papa.
“Jilbab?Tidak! Kamu anak Papa…, kalau anak ustadz, lain masalah,” kata beliau.
“Kalau tetap mau pakai juga gimana, Pa?”
Papa menghentikan makannya dan memandang Mia tajam “Kalau dilarang, itu tandanya Papa masih sayang. Jangan malu-maluin Papa. Bagaimana nanti dengan masa depan kamu, mau kerja dimana? Pesantren? Mau nikah sama siapa? Guru ngaji yang di kampung-kampung?”
“Papa kok sinis gitu…, banyak kok muslimah berjilbab jadi usahawati, nikah dengan insinyur atau dokter… Kan semua ditangan Allah. Nikah dengan guru ngaji di kampung, bagi Mia nggak apa, yang penting dia bisa ngajak ke syurga…” Kamu ngomong apa sih, Mia? Papa nggak suka dengernya!” kata Papa setengah membentak.
Tapi tekad Mia sudah bulat. Ia harus berjilbab. Akhirnya ia pun pergi ke toko busana muslimah dan membeli beberapa stel pakaian muslimah, lengkap beserta jilbab dan kaos kaki. Ia rela ngabisin uang jajannya sebulan untuk itu.
“Hari pertama berjilbab, pagi-pagi sekali ia sudah rapi. Via datang membantu Mia mengenakan Jilbab. Mereka pergi ke sekolah dengan leluasa. Cuma Bi Nunung yang tahu. Papa ada acara di luar kota dan Mama belum bangun tidur. Siangnya ketika pulang sekolah, Mia masuk rumah dengan mengendap-ngendap. Di garasi, ia langsung membuka jilbabnya dan memasukkan kain putih itu ke dalam tasnya. Aman. Lagi pula siang-siang begitu biasanya Mama masih di kantor beliau.
Seminggu Mia berjilbab dan orang rumah yang tahu Cuma Bi Nung.
“Bagaimana kursus modelling kamu, Mia? Tanya Mama suatu hari. “Kok Mbak Soraya nanyain kamu ke Mama. Sudah hampir sebulan kamu nggak hadir.”
“Mau berhenti aja, Ma,” jawab Mia enteng.
“Apa?” Mama terkejut. “Dulu kamu yang memaksa masuk!”
“Mia sudah kelas tiga, Ma. Banyak tugas sekolah,” elaknya. Tapi hari berikutnya, ketika ia dengan santainya pulang ke rumah karena tak melihat mobil Mama di garasi…, Mia benar-benar terkejut!
Mama dengan mata melotot meman-dangnya dari sofa ruang tamu.
“Assalaamu’alaikum,” sapanya.
Mama diam.
“Darimama kamu? Pengajian?”
“Dari sekolah, Ma.”
“Buka jilbab kamu! Bukaaaaaaaaa!!! sekarang juga anak durhaka! Nggak tahu disayang!!” bentak Mama tiba-tiba.
“Ma, maafin Mia…, Mia sayang Mama, tapi Mia harus ngikutin perintah Allah…,” air mata Mia mengalir.
“Kamu…ka…mu…,” Mama melotot sambil memegangi dadanya, kemudian… pingsan!
“Ni Nung! Bibiiiii!!! Mama, Biiii!” seru Mia panik.
ffffffffreeeeeeee
“Mamamu kena serangan jantung,” kata Dokter Rita. “Ia terkejut, shock! Apa yang mengejutkannya?”
Mia menggeleng, “Entah Dok, mungkin Mama shock lihat ini,” kata Mia sedih sambil memegang jilbabnya.
Dokter Rita mengernyitkan dahi dan tersenyum. “Jaga Mamamu baik-baik,” kata dokter keluarganya itu.
Malamnya Papa marah-marah dan menggunting-gunting dua jilbab yang tergantung di belakang pintu kamar Mia. Suaranya menggelegar! Keras sekali! Mia betul-betul takut.
Esoknya pagi-pagi sekali sebelum Mama dan Papa bangung, Mia sudah ke sekolah. Dengan derai airmata, ia menceritakan semua pada Via.
Apa aku lepas saja jilbab ini untuk selama-lamanya, Via? Aku tak tahan disebut anak durhaka…,” suara Mia lirih.
“Istiqomah, Mia… Tegarlah! Sabar! Bertahan!” kata Via mengokohkan hatinya. “Ini cobaan, saudaraku!” kata Via sambil menyerahkan sebuah bungkusan besar. “Jilbab dan baju dari teman-teman…”
ffffffffreeeeeeee
Kemarin Papa memukulnya! Hal yang paling jarang Papa lakukan. Papa menamparnya berkali-kali hanya karena melihat ia pulang sore dengan jilbabnya. Waktu itu ia memang habis ikut mentoring agama Islam di sekolah. Sungguh, ia tak menyangka kalau Papa pulang cepat. Kemarin itu bahkan Papa sudah menuang-kan minyak tanah ke atas jilbab putihnya! Ia hanya bisa beristighfar berulangkali dan dan menangis. Bi Nung teriak-teriak,sedang Mama hanya memandang sambil me-megangi dadanya!
Habis maghrib, Mama masuk ke dalam kamarnya. Mencoba untuk bicara baik-baik.
“Kamu minta apa saja Mama turuti, asal kamu jangan berjilbab seperti orang kampung! Apa saja! Mama bahkan berpikir untuk sekolahin kamu ke Harvard. Kalau perlu besok juga Mama belikan kamu mobil, supaya kalau ke lintas Melawai, kamu punya mobil sendiri. Nggak nebeng.”
“Mia nggak perlu itu semua, Ma. Mia … Cuma ingin lebih dekat sama Allah,” suara Mia pelan.
“Yang penting kita bertaqwa, Mia.” Kata Mama.
“Jilbab adalah realisasi taqwa, Ma…”
“Buang jilbab-jilbab itu, ya…”
Mia cuma diam.
Malamnya itu Mia shalat malam. Ia berdoa agar Allah membuka hati Mama dan Papa, dan semua orang Islam… agar mereka lapang menerima apa yang telah ditetapkan Allah… atau minimal tidak menghalangi mereka yang ingin melaksana-kan ketetapan Allah.
Dan hari ini semuanya sudah dibakar Mama. Mama memergokinya mengenakan busana muslimah lagi.
“Mbok ya nurut aja sama orangtua toh neng. Ridha Allah itu khan tergantung ridha orangtua. Apalagi Neng orang kota, orang modern, pantesnya ya seperti dulu,” kata Bi Nung.
“Kita hanya taat kepada orang tua selama mereka tidak menuruti hawa nafsunya dan tidak menentang Allah, Bi…”
“Iyo yo, Neng.”
“Itu kata Al-Qur’an, Bi…”
“Neng, badan Neng yang biru dan bengkak-bengkak itu Bibi olesin minyak, ya!”
Mia mengangguk. Titik airmatanya jatuh. Hanya setitik.
ffffffffreeeeeeee
Besoknya badan Mia tiba-tiba menggigil. Ia demam. Dan itu juga jadi alasan bagus dia buat nggak sekolah (karena ia benar-benar nggak punya baju panjang dan jilbab buat ke sekolah).
Mama dan Papa tidak pergi ke mana-mana. Mereka mengawasi Mia. Dokter Rita datang, menurut beliau Mia hanya demam biasa.
Siangnya, Mia mendengar suara Andika di ruang tamu. Mau apa si Dika datang kemari? Kan udah putus” pikir Mia. Deg! Tiba-tiba saja Mia takut. Dika disuruh Mama Papa untuk melihat keadaannya yang terbaring di kamar ini… atau dia yang disuruh menemui si ‘Pierce Brosnan’ itu! Jujur, Mia kangen…, tapi… astaghfirullah, Mia beristighfar. Seharusnya Mia nggak boleh mikirin itu lagi.
“Masuk aja ke dalam yuk. Om temani”
Deg!
“Nggak usah,Om…, salam aja buat Mia,”
“Salam sayang?” suara Mama.
“Salam Islam, tante, alias assalaa-mu’alaikum, sama salam jihad selamanya! Permisi Tante.”
Mia tertawa di kamar. Alhamdulillah, berarti Kamal si ketua OSIS dan Yayan si ketua Rohis berhasil mengajak Dika ikut mentoring!
Tiba-tiba terdengar suara gemerisik dari balik jendela… “Ssst…,Mia… Mia… Sssst!”
Mia membuka jendela kamarnya. Subhanallah! Via dan Linda!
“Baju dan jilbab alakadarnya. Thanks to Andika yang udah bikin sibuk Mama dan Papa kamu. Udah ya, istiqomah!”
Mia tersenyum, tersentuh. Ia bangkit dari tempat tidur dan menyimpan rapi semua pemberian teman-temannya itu.
ffffffffreeeeeeee
Mia masih demam. Tapi pagi-pagi buta ia sudah berangkat ke rumah Via dan rencananya langsung ke sekolah. Bi Nung yang tahu ketakutan. “Neng, ati-ati… Aduh, Bibi takut ketahuan!”
“Doakan saja saya, Bi. Siang nanti insya Allah saya sudah pulang kok! Saya ke sekolah dulu,” kata Mia sambil mencium tangan Bi Nung.
“Mbok ya sing ati-ati…, perasaan Bibi kok ya ndak enak…,” ujar Bibi gemetar.
Di sekolah, anak-anak Rohis juga teman-teman yang lain menyambutnya dengan gembira. Kangen, kata mereka. Padahal setahu Mia, dia Cuma nggak masuk tiga hari. Mia juga sempat melihat Dika. Dika nunduk dan diam saja waktu ketemu.
Jam setengah satu siang, bel sekolah berbunyi. Mia baru saja membereskan peralatan sekolahnya ketika tiba-tiba dilihatnya… Papa sudah berkacak pinggang dalam kelasnya!
“Pulang!”
“Pa…pa…”
“Mama menunggu di mobil! Cepat!” seru Papa.
Anak-anak ramai memandang.
Dengan tenaga yang kuat, Papa menarik tangan Mia.
Beberapa peralatan sekolahnya jatuh berceceran. Tapi Papa tak peduli…,terus menariknya…
“Pa…pa!”
“Anak durhaka! Bikin malu orang tua! Durhaka!”
“Pa…,” tangis Mia.
Mia merasa satu sekolah menatapnya!
“Buka jilbab kamu! Buka! Orang-orang harus tahu kamu punya rambut bagus! Nanti mereka kira kamu botak! Buka! Tangan Papa menarik Jilbab Mia. Mia berontak!
“Jjjjangan Pa…, jangan! Jangaaaaaa!! Astaghfirullah!!”
Tapi Papa sudah tak peduli! Di-cengkeramnya jilbab Mia. Jilbab itu kemudian terlepas dari kepala Mia! Dagu dan sebagian lehernya berdarah lagi terkena tusukan peniti! Papa terus menyeretnya melewati koridor sekolah…
“Sabar, Pak! Sabar!” seru Pak Jayid dan wakil kepala sekolah. “Mia anak baik, kebanggaan kami, jangan diperlakukan seperti itu!”
“Saudara jangan ikut campur! Ini urusan keluarga!” kata Papa kasar. “Ayo pulang, Mia! Pulang!”
“Om…, suara Andika. “Sabar Om!”
Mia menangis. Oh, kini semua melihatnya tanpa jilbab… juga Dika! Tiba-tiba ia merasakan nyeri merejam hatinya! Astaghfirullah…!
“Mau apa kamu, Dika!”
“Jangan perlakukan Mia seperti itu!” Dika melempar taplak meja yang sedari tadi dipegangnya pada Mia. Mia buru-buru menutup bagian kepalanya dengan taplak tersebut.
“Kalian semua sama saja!”kata Papa.
Mia yang tiba-tiba lepas dari cengkeram-an Papa, segera berlari melewati pintu gerbang sekolah. Taplak meja itu masih membungkus kepalanya! Masih didengar-nya suara Via, Linda dan para jilbaber lain yang menyuruhnya bersabar dan istiqomah. hatinya pedih… Mama berhasil mengejar Mia, dan dengan paksa memasukkannya ke mobil.
Sepanjang perjalanan pulang Mama mencubitnya dan Papa tak henti memarahi-nya.
“Ketahuan sekali lagi kamu pakai jilbab ke sekolah. Mama akan datang ke sekolah kamu tanpa busana!” kata Mama.
Mia tersentak!
“Dan berhenti saja jadi anak tunggal Papa, kalau hanya untuk memalukan Papa. Papa nggak keberatan untuk memungut anak dan mulai dari awal lagi!” kata Papa.
Hati Mia terhempas-hempas!
Sampai di rumah, semua baju panjang dan jilbab kembali dibakar Mama dan Papa tanpa ada yang luput.
“Ini karena kami sayang sama kamu,” kata Papa akhirnya sambil mencium pipi Mia.
“Apalagi kamu satu-satunya putri kami,” kata Mama sambil membelai rambutnya.
Mia Cuma diam. beku.
ffffffffreeeeeeee
Hanya Allah yang tahu betapa Mia sangat sayang Mama dan Papa…, tapi… apakah untuk membuktikan kecintaannya, ia harus menanggalkan muslimahnya dan kembali seperti dulu? Ya Allah…,berat benar cobaan-Mu ini…? Rintih Mia.
Usai shalat malam, Mia membungkus tiga buku dengan rapi. Buku kisah Mush’ab bin Umair, Mu’adz bin Jabal dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Kisah tiga tokoh sahabat Nabi Muhammas SAW yang beriman dan berislam mendapat berbagai halangan dan aniaya dari orangtua mereka. Mia ingin Mama dan Papa membacanya, agar mereka menyadari bahwa ni’mat beriman dan berislam tak dapat ditukar dengan apapun… Bahkan dengan dunia dan se-isinya.
Mia juga membuat
Sehabis shalat subuh, Mia sibuk mengemasi beberapa potong pakaian dan bekal alakadarnya. Ia akan pergi untuk sementara. Entahlah kemana. Mungkin ke rumah Via atau Linda… atau ke pak Jayid dan istrinya… atau ke rumah Oma. Uang tang seberapa…, tapi untuk sebulan insya Allah sukup. Ia tak mau merepotkan banyak orang.
Udara pagi dingin dan basah. Mia membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Ia kenakan sweater, celana panjang dan rok sekolah serta kaos kaki dan mukena panjang. Dia tak peduli seperti apa penampilannya kini. Ia harus pergi.
Ya, ia harus pergi lewat jendela. Kunci pintu rumah kini hanya ada pada Mama dan Papa.
Sesaat Mia merenung di depan jendela kamar yang terbuka lebar. Haruskah ia pergi? Ia harus tetap berjilbab! Bisakah berjilbab dan tetap berada di rumah ini? Rasa-rasanya tidak. Ia harus pergi… ya, walau sementara! Membawa piranti hatinya yang kini retak!
Ma, Pa sayang,
Mia pergi sementara, Mia akan pulang setelah hati Ma dan Pa terbuka bagi Mia dan jilbab Mia… Maafkan Mia, yaaa, Ya Allah…, ampunilah kami agar kami dan semua orang Islam selalu lapang dalam menerima apa yang KAU tetapkan atau minimal tidak meng-halangi mereka yang ingin melaksana-kan ketetapan-Mu. Amin.
Peluk cium.
Ananda Mia Prasanti.
Hati Mia teriris sendiri. Dingin udara pagi seolah jadi tak berarti. Tapi Mia tau ia tak sendiri. Astaghfirullah…, bismillah…, diteruskannya langkahnya di tengah gerimis pagi.
Tabahkan hatiku, Robbi……!
Depok, 1994
Disadur dari
Helvy Tiana Rosa
PILIH YANG PALING BERAT
Sabtu, 14 Agustus 2010
Al 'Asma'ul Husna
هُوَ اللهُ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ
هُوَ اللهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَافِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرِْض وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Penyusun:
Team Khusus Kurikulum
“NURUL IHSAN”
PENUTUP
Hanya sampai di sini apa yang ingin penulis tuliskan tentang Materi Al-Asma’ul Husna.
Semoga santriwan dan santriwati mampu menghafal dan mengerti apa isi Al-Asma’ul Husna.
Semoga buku yang sederhana ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya keluarga besar TK-TPA-TQA NURUL IHSAN unit 101.
Dukun , 23 Jumadil ‘Ula1427 H
20 Juni 2006 M
Ketua Yayasan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah menurunkan kitab suci Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi ummat manusia.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah menjelaskan Al-Qur’an dengan ucapan, sikap dan keteladanan, demikian pula kepada para sahabat dan keluarga beliau
Kemudian kami ucapkan banyak terima kasih kepada Tim Khusus Kurikulum yang telah menyelesaikan buku “materi Al Asma’ul Husna ”
Semoga buku yang sederhana ini bermanfaat bagi kita sekalian khususnya keluarga besar TK-TPA-TQA NURUL IHSAN unit 101.
Dukun , 23 Jumadil ‘Ula1427 H
20 Juni 2006 M
Ketua Yayasan
ما ينـافي التوحـيد و يضاده
ما ينـافي التوحـيد و يضاده
1- أول ما فرض الله على الناس الإيمان بالله و الكفر بالطاغوت.
كما قالـ تعالى: ﴿ وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنْ اعْبُدُوْا اللهَ وَ اجْتَنِبُوْا الطَّاغُوْتَ ﴾ .
2- معنى الطاغوت: كل ما عبد من دون الله وهو راض.
3- صفة الكفر بالطاغوت أن تعتقد بطلان عبادة غير الله تعالى و تتركها و تبغضها، و تكفِّر أهلها و تعاديهم.
4- الشرك ضدّ التوحيد. فالتّوحيد هـو إفراد الله تعالى بالعبادة. والشرك هـو صرف احدى العبادة لغـير الله تعـالى مثل أن يدعو غير الله، أو يسجد لغير الله.
5- الشرك أكبر الذّنوب و أعـضمها، لقولـه تعالى: ﴿ إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَ يَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَآءُ ﴾ .
و الشرك يبطل جمـيع الطاعات و يوجب الخلود في النّار و عدم دخولـ الجنة، كما قالـ تعالى: ﴿ وَلَوْ أَشْرَكُوْا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ. كَمَا قالـ تعالى: إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَـنَّةَ وَ مَأْوَاـهُ النَّارُ ﴾ .
6- الكفر ينافي التوحيد، فالكفر أقوال وأعمال تخرّج فاعلها عن التوحيد و الإيمان.
و مثالـ الكفر: الاستهزاء بالله تعالى، أو آيات القرآن، أو الرسولـ كما قالـ تعالى: ﴿ قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَ رَسُـوْلِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ لاَ تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيْمَانِكُمْ﴾ .
7- النفاق ينافي التوحيد، فالنّفاق: أن يظهر للناس التوحيد و الإيمان و يبطن في قلبه الشرك و الكفر.
و مثالـ النفاق أن يظهر بلسانه الإيمان بالله و يبطن الكفر بقلبه، كما قالـ تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُوْلُ ءَامَنَّا بِاللهِ وَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَ مَا هُمْ بِمُؤْمِنِيْنَ ﴾ .
أي يقولون بألسنتهم آمنّا بالله و ما هم بمؤمنين حقيقـة في قلوبـهم.
Yang Menafikan dan Bertentangan dengan Tauhid
1. Yang pertama kali diwajibkan Allah atas manusia yaitu beriman kepada Allah dan inkar kepada thaghut. Dalilnya adalah firman Allah SWT:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk [menyerukan] Sembahlah Allah [saja] dan jauhilah thaghut. [An-Nahl: 36].
2. Makna Thaghut yaitu setiap yang disembah selain Allah dan dia rela dengannya.
3. Cara mengingkari thaghut yaitu hendaknya engkau meyakini batilnya beribadah kepada selain Allah, dan hendaknya engkau meninggalkannya, membencinya dan mengingkari serta memusuhi para pendukungnya.
4. Syirik merupakan lawan tauhid. Tauhid adalah mengesakan Allah dalam beribadah, sedangkan syirik adalah memberikan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdo’a kepada selain Allah atau bersujud kepada selain Allah.
5. Syirik adalah dosa yang paling besar. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan [sesuatu] dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” [An-Nisaa’: 116]
Syirik membatalkan seluruh bentuk ketaatan dan mengakibatkan kekal di Neraka serta tidak masuk Syurga. Dalilnya adalah firman Allah :
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” [Al-An’am: 88].
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan [sesuatu dengan] Allah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Syurga dan tempatnya adalah Neraka.” [Al-Maidah: 72].
6. Kekufuran menghilangkan tauhid. Kekufuran adalah ucapan atau perbuatan yang mengeluarkan pelakunya dari tauhid dan keimanan.
Di antara bentuk kekufuran adalah mengolok-olok Allah, ayat-ayat Al-Qur’an atau Rasul-Nya. Allah berfirman:
“Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya selalu kamu olok-olok?. Tidak usah meminta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” [At-Taubah: 65-66].
7. Nifaq menghilangkan tauhid. Nifaq yaitu menampakkan tauhid dan iman kepada manusia, tetapi dalam hatinya ia menyembunyikan kesyirikan dan kekufuran.
Contoh nifaq yaitu ia menampakkan dengan lisannya bahwa ia beriman kepada Allah, tetapi ia menyembunyikan kekafirannya dalam hatinya. Allah berfirman:
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” [Al-Baqoroh: 8].
Yaitu mereka mengatakan dengan lisan bahwa mereka beriman kepada Allah, tetapi pada hakikatnya hati mereka tidak beriman.
Selamat Belajar
Jumat, 13 Agustus 2010
Cinta Hakiki merupakan Sesuatu yang Indah dalam Islam.
Kata kunci : Cinta, hakiki, merupakan sesuatu yang indah dalam Islam.
PENDAHULUAN.
Cinta seringkali menyupport terhadap orang-orang yang dihinggapinya. Cinta adalah sesuatu yang suci, bersih, anugerah dari Ilahi Rabbi. Dengan cinta kehidupan akan menjadi indah.
Manusia mencuri, korupsi, berzina, membunuh dan melakukan kejahatan yang lain, apabila mereka ditanya, mereka akan menjawab; ini semua kami lakukan bukan karena sebab lain kecuali karena cinta. Begitu juga manusia bekerja siang malam, sore pagi, kepala mereka jadikan kaki, memeras keringat, membanting tulang (katanya), apabila mereka ditanya, mereka juga akan menjawab, ini kami lakukan atas dasar cinta.
Uraian diatas dapat kita ketahui bahwa terjadinya perubahan dunia apakah kearah yang baik maupun yang buruk dikarenakan dasar cinta.
Seorang pegawai karena kecintaanya terhadap istrinya, ia berani untuk korupsi uang perusahaannya.
Tapi apakah memang seperti itu arti dari cinta? Dan benarkah cinta itu merupakan sesuatu yang suci dan anugerah dari Allah SWT?.
Oleh karena itu kami mencoba untuk membahas hal-hal tersebut. Semoga dengan pembahasan ini dapat meluruskan pemahaman cinta yang sebenarnya yang selama ini dijadikan sebagai alasan klasik dalam berbagai kejahatan, dan bisa merawat cinta itu agar tidak ternoda dengan hal-hal yang kotor.
CINTA HAKIKI
Dalam Al-Qur’an Allah banyak berfirman tentang cinta:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ { آل عمران : 31}
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali-Imron : 31).
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ {14}
Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkannya, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta benda dari emas ataupun perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan dunia; dan disisi Allahlah tempat kembali yang baik. (Ali Imron : 14)
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُم بِخَيْرٍ مِّن ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُُ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجُُ مُّطَهُّرَةُُ وَرِضْوَانُُ مِّنَ اللهِ وَاللهُ بَصِيرُُ بِالْعِبَادِ {15}
Katakanlah: “inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari pada semua itu?”. Untuk orang-orang bertaqwa kepada Allah, pada sisi Tuhan mereka ada syurga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Dan mereka dikaruniai interi-isteri yang suci dan disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (Ali Imron : 15)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lain.
Dari beberapa ayat diatas disebutkan bahwa cinta terhadap apapun dan siapapun merupakan kesenangan dunia tapi bila dihiasi dengan taqwa terhadap Allah SWT maka cinta merupakan anugerah Ilahi Rabbi, merupakan sesuatu yang suci. Oleh karena itu cinta yang tertinggi adalah cinta kepada Allah, yaitu dengan mengikuti ajaran (risalah) Nabi Muhammad SAW dan melaksanakannya dalam kehidupan manusia. Apa yang diperintahkan oleh Allah, ia kerjakan. Dan apa yang dilarang Allah, ia tinggalkan. Berarti ia menjadikan tujuan akhir dari semua aktifitasnya adalah Allah SWT.
Dalam sebuah hadits juga disebutkan, bahwa Rosulullah SAW bersabda :
عن أبي حمزة أنس بن مالك رضي الله عنه خادم رسول الله صلى الله عليه و سلم عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : " لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه " (رواه البخاري و مسلم)
Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik RA, pembantu Rasulullah SAW, dari Nabi SAW
yang bersabda : “Tidaklah beriman salah seorang dari kamu sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang dicintainya untuk dirinya.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
Kata saudara ini bisa diberi beberapa penafsiran. Pertama ia ditafsirkan dengan persaudaraan secara umum yang meliputi orang yang kafir dan yang muslim. Maka, ia mencintai untuk saudaranya yang kafir apa yang dicintainya untuk dirinya sendiri seperti masuk Islam, sebagaimana ia mencintai untuk saudara muslimnya keadaannya yang lestari memeluk agama Islam.
Hadits ini menunjukkan penafian keimanan yang sempurna dari orang yang tidak mencintai untuk saudaranya apa yang disintainya untuk dirinya sendiri. Yang dimaksud dengan mencintai adalah menginginkan kebaikan dan kemanfatan. Jika ia tidak suka kalau uangnya dicuri oleh orang lain, maka ia juga tidak akan mencuri uang orang lain. Jika ia tidak suka kalau ibu, anak perempuannya, atau saudara perempuannya di zinai orang, maka ia tidak akan berzina dengan orang lain karena yang dizinai tersebut pasti ibu, anak perempuan, atau saudara perempuan orang lain.
Kemudian bisa juga yang dimaksud adalah kecintaan dalam agama, bukan kecintaan sebagai sesama manusia.
Tapi fakta telah berkata lain. Manusia mencuri atas dasar cinta terhadap keluarganya dengan merugikan pihak lain, orang berzina atas dasar cinta dengan menyengsarakan pihak lain, manusia membunuh orang lain atas dasar pembelaan terhadap yang dicintainya dengan menghilangkan nyawa orang lain, remaja yang cinta terhadap lawan jenis dengan menghiasi cintanya dengan hal-hal yang dilarang oleh Allah. Yang semuanya itu bertentangan dengan risalah Nabi Muhammad SAW. Ini bukanlah cinta, tapi hawa nafsu yang mana hawa nafsu akan selalu menyuruh untuk berbuat kejahatan. Sebagaimana firman Allah SWT :
ومآ أبرئ نفسي إن النفس لأمارة بالسوء إلا ما رحم ربي إن ربي غفور رحيم (يوسف : 53)
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku (Allah). Sesungguhnya Tuhanku (Allah) Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Yusuf : 53).
Oleh karena itu kalau memang manusia itu mencintai sesuatu maka ia tidak akan mambiarkannya rusak, hancur. Dengan kata lain, kalau manusia sudah mencintai kepada sesama manusia maupun alam, maka ia tidak akan membiarkan manusia dan alam itu hancur karena ulah tangan mereka sendiri. Ia akan merawat manusia dan alam tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.
Orang yang menjaga cinta yang suci dan menghiasinya dengan hal-hal yang diperintahkan Allah akan mendapat balasan Syurga, dan akan diridhoi oleh Allah SWT.
Salah paham seseorang dalam memahami sesuatu akan mempengaruhi prilaku seseorang.
Cinta terhadap apapun dan siapapun merupakan kesenangan dunia tapi bila dihiasi dengan taqwa terhadap Allah SWT maka cinta merupakan anugerah Ilahi Rabbi, merupakan sesuatu yang suci. Oleh karena itu cinta yang tertinggi adalah cinta kepada Allah, yaitu dengan mengikuti ajaran (risalah) Nabi Muhammad SAW dan melaksanakannya dalam kehidupan manusia. Apa yang diperintahkan oleh Allah, ia kerjakan. Dan apa yang dilarang Allah, ia tinggalkan.
Saran.
1. Perlu adanya pembetulan dalam pandangan manusia terhadap arti cinta.
2. Jangan kotori cinta yang suci dengan hal-hal yang dilarang oleh Allah
3. Jagalah cinta yang suci dengan menghiasinya dengan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah.
DAFTAR PUSTAKA.
- Yahya, Al-Imam bin Syarafuddin An-Nawawi. 2004. syarah hadits arba’in. Al Qawam. Cemani.
- Mama izinkan aku jatuh cinta.